Senin, 14 Mei 2018

Flu

Dimulai dari radang tenggorokan yang menusuk - nusuk. Teringat juga beberapa hari lalu sebelum sakit tenggorokan, gemar sekali kumelahap sate madura berpuluh - puluh tusuk. Tak kenal tempat, baik disekitar rumah, maupun di area stasiun tempat ku menunggu kereta untuk pulang. Sate di area stasiun Cikudapateuh merupakan favoritku. Murah sekali, tidak sampai 20rb aku bisa melahap sepuluh tusuk sate ayam dengan nasi / lontong. Ku yakin bukan sate sembarang daging karena aku yakin betul rasa daging ayam tidak bisa membohongi lidahku yang terkenal lihai melumat unggas tersebut. Berbeda dengan sate mamalia seperti sapi atau kambing. Sangat sulit bagiku membedakan 2 daging hewan tersebut. Di lidahku nampak sama. Itulah yang membuatku berhati - hati dalam membeli sate sapi / kambing di sembarang tempat belum lagi jika harganya murah. Fun fact, konon kata para kanibal yang pernah memakan daging manusia, rasa daging manusia mirip sekali dengan daging sapi.

Intro yang tak penting. Tapi real. Aku sedang mesra dengan anti - biotik berbentuk donat yang rasanya manis seperti permen. Konon kata apoteker dekat rumahku, obat manis tersebut adalah obat radang tenggorokan. Sudah 3 hari ku bergelut dengan radang yang tak kunjung sembuh. Rasanya tidak enak. Serasa ada sebuah koloni tak kasat mata yang memperkosa tenggorokanku secara militan. Analogi yang menjijikan? ya kutau. Tapi beginilah kondisiku. Sendiri di rumah dengan 2 kucing yang tak henti pup sembarangan. Belum lagi kondisiku sedang tidak fit. Belum lagi pacarku yang sedang sakit juga. Entahlah, jika dia tidak sakit pun mungkin sama saja ehehe. Bukan hari yang baik bagiku.

Kesendirianku ditengah-tengah kondisi tidak fit, ku hiasi dengan menonton youtube. Ku tak lepas melihat beberapa update terbaru mengenai bom bunuh diri di Surabaya. "goblok" gumamku. Bagiku penyakit sesungguhnya dari sebuah bentuk teror bukanlah terletak pada si dalang yang menghasut mereka untuk melakukan aksi tersebut. Melainkan manusia - manusia bodoh yang entah terlalu naif atau malas berfikir sehingga mudah sekali termakan doktrin tersebut. Mati pun dia tak menemukan apapun loh. Atau gemelut hatinya yang busuk dan runyamnya kehidupan meronta ingin terbebas dan damai dalam kematian? tetap saja sia - sia. Aksi pengecut meninggalkan masalah dan mengorbankan orang tak bersalah adalah pecundang. Dan bagiku, kata pecundang lebih buruk dari kata makian apapun. Sebenernya engga, hanya anggap saja demikian karena ku tak mahir meracau.

Dan ramadan beranjak semakin mendekat. Entah apa yang kuharapkan dengan ramadan ini. Rasanya hidupku tak memiliki tujuan yang nampak berarti. Entah mengapa, seperti kosong. Beberapa orang berkata mengenai manusia yang tidak akan bisa menjadi pusat pengisi kekosongan hati karena manusia ya manusia. Mereka berlalu lalang dengan kesibukan dan prioritasnya. Dan ku tersadar bahwa ku terlalu bergantung. Terlepas dari fakta ku menjauh dari kerumunan, entah itu keluarga atau teman, tapi harapan terbesarku tetaplah pada manusia. Yang sepertinya, membuatku kian hampa dan tak ada tujuan. Dan ku tersadar. Harapan yang besar, melahirkan kekecewaan yang besar juga. Dan apapun dalihku yang pernah mengatakan bahwa tulus dan ikhlas adalah kunci, nampaknya terlalu naif.

Dan sekarang, ditengah flu yang bermukim di saluran nafasku. Ditengah suara sengau yang menghiasi ucapanku. Dan kepala yang nampaknya mengaduh atas aktifitas mikrobiologi yang tak lekang berhenti mengganggu. Tampaknya aku berada di fase tak peduli dengan apapun. Baik kehilangan, kesialan, kesenangan, nampak hampa dan biasa saja. Entah karena caffeine telah bekerja dengan giat merangsang otak ku untuk melupakan sendu. Tapi saat ini aku tak pernah setenang ini. Rasanya resah sudah pergi jauh meninggalkan endah. Endah & Resha. Ya.




Senin, 06 Maret 2017

GEMELUT

ada sesuatu yang baru. tampak asing namun menyenangkan. nyaman tidak ingin beranjak karena rindu tak akan biarkan tidurku nyenyak. berlalu dan mengalun lambat laun terlihat. cahaya yang berperi, kadang dikurung awan. misteri menjadi-jadi. ingin rasanya terbongkar. biar terik meski panas. daripada teduh lalu hujan. keringat bukan apa-apa. itu semangat yang berwujud. dan lambat laun kian menyusut. awalnya putih namun beranjak kelabu. cemas yang menggemaskan.

ragu buatku gagu. sikap menjadi luluh untuk bisa sedia sigap. maklum, hati ini cuma satu. dibagi aku tak yakin bisa utuh lagi. bertanya pun tak cukup. lidah terlalu mudah ciptakan dirinya absah. me-reka tak cukup konkrit. tak tau harus apakan yang sulit dijelaskan. gusar

dan jika, semua terjadi maka terjadi. selalu ada harapan disetiap kesedihan. untuk saat ini, lebih baik riang

Minggu, 05 Maret 2017

GUCI

cuaca hari ini mendung dan redup. tampaknya akan hujan. seperti biasa. Bandung mendung akhir-akhir ini. mungkin juga di kota lain. cukup mengganggu aktifitas. terutama bagi pengendara motor. mereka menjadi resah pakaiannya basah. ada jas hujan rasanya tidak cukup berperan.  ya sudahlah. hati-hati dijalan. licin soalnya. keluarga menunggu dirumah. pacar menanti. jika belum punya, dia menanti di masa depan. jodoh tidak akan kemana kata agama. teruslah berbuat baik pada siapapun. yang tulus. jangan pamrih karena terlihat. jangan disebut-sebut karena bukan hafalan. jangan diumbar-umbar, bukan aurat. dilakukan dan dilupakan. tidak usah dibahas, biar saja usang. fokus berbuat yang lain. bukan untuk orang lain, untuk diri sendiri. lebih baik fokus pada diri sendiri. mengerti dan perbaiki. tenangkan hati dan hati-hati. emosi kadang tak tau diri.

aku ingin menuliskan sebuah entah apa namanya. ini bukan tentang apapun maupun siapapun. jangan terlalu serius. general saja. bermula dari sebuah guci. guci keramik dengan warna dominan putih mutiara dan beberapa motif naga yang menyelimuti berwarna biru langit cerah. guci itu dulunya kosong dan tak pernah terisi apapun. sengaja tak kuisi, aku harus hati-hati. aku tidak mau guci itu retak. karena nampaknya cukup rentan. hingga suatu saat, aku melihat kedalam guci tersebut. berdebu. ada sarang laba-laba dibeberapa sisi yang cukup menggangu. aku memutuskan untuk menaruh sesuatu di dalamnya. bunga.

bunga itu tumbuh dengan ceria. warna nya merona dan nampaknya dia nyaman di tempat dimana dia berada. ya di guci tersebut. spektrum warna nya mengingatkan ku pada hari raya. tidak secara spesifik perayaan apa, namun keceriaan yang ada menjadi imajinasiku yang terbentuk ketika membayangkan bunga tersebut. bersemangat, menggebu-gebu dan riang. nampaknya mereka sangat akrab satu sama lain. guci dan bunga. seperti bagian yang menyatu dan memiliki dunianya sendiri. hampir permanen dan sulit untuk dipisahkan. setidaknya yang kulihat.

hingga suatu saat, bunga tersebut tampak layu. entah apa yang terjadi. mungkin karena dia berada di ruangan. tidak ada matahari disana. bunga tersebut diangkat. dia sudah mati. guci tersebut pun kosong lagi.

tidak ada pesan yang dimaksudkan dari cerita tersebut. hanya kisah tentang guci dan bunga di sebuah ruangan dalam perjalanan waktu. sudah

Jumat, 03 Maret 2017

RESAH



aku tak tau harus memulai darimana. sepertinya, segala yang ku katakan hanya akan berakhir sebagai sebuah ungkapan kosong yang tak perlu. iya. 

aku tidak mengerti mengapa aku tak bisa berhenti untuk resah. rasanya sesuatu tak bisa diam dengan tenang dalam perasaan. selalu ada gelisah. entah apa dan sulit dijelaskan meskipun secara garis besar aku mengerti tentang apa, dan di satu sisi aku mengeri itu tidak perlu. aku mengetahui banyak hal yang seharusnya bisa kuciptakan agar tidak rumit. seperti rasa gelisah ini. mengapa aku gelisah dan apakah aku perlu gelisah. sayangnya, tidak sesederhana itu. sulit untuk menghilangkan "sesak" yang secara nyata ada dalam paru paru ku ketika memikirkan hal yang seharusnya tak perlu ku pikirkan dan selebihnya dipersoalkan. aku tidak sepenuhnya mengerti tentang diriku. bagaimana aku dan apa yang menjadi landasanku dalam bertindak. maksudku, aku orang yang sulit. aku tidak bisa memastikan aku di sisi mana. seseorang yang memiliki perasaan yang lembut nan sensitif atau seseorang yang sangat dingin dan kurang mengerti situasi. sungguh, kadang aku selalu merasa aku berada di dua posisi itu dalam kurun waktu yang tidak bisa terukur dan tak berpola.

ketegasan adalah sesuatu yang ingin aku perkuat dalam sifat yang telah ada dalam diriku selama ini. tidak hanya sebatas ketika menemui sebuah persoalan tertentu yang dimana aku sudah mengerti apa yang seharusnya dilakukan pada umumnya. namun rasa gelisah, resah dan  sesak yang muncul pun ingin aku hilangkan. sehingga ketika aku tegas pada suatu hal, maka rasa mengganggu yang menyertainya pun ikut hilang juga. itu hal yang sulit. apa ini bagian dari kerumitan manusia secara emosional. aku tidak mengerti psikologi secara spesifik dan belum memulai untuk mencari tahu tentang itu.  suatu saat mungkin aku akan banyak membaca. rasa resah, gelisah dan depresi yang kuhadapi sunggu mengganggu. aku ingin damai dalam jiwa sehingga apapun yang kulakukan bisa lebih tulus.

ketulusan dan rasa ikhlas selalu menjadi tujuan yang hingga sekarang masih belum mampu untuk ku jangkau. mungkin suatu saat. aku ingin menjadi manusia yang berbahagia atas bahagianya orang lain. tanpa keresahan. tanpa gelisah. tanpa mengharapkan hormat, pengakuan, pujian dan balasan dalam bentuk apapun. aku ingin berbuat sesuatu dengan tulus tanpa keresahan atas konsekuensi. aku ingin mencintai tanpa harus berharap untuk memiliki apapun yang dicintai. aku ingin mencintai karena itu bentuk dari cinta dan gairah untuk membahagiakan tanpa harapan untuk menuntut perlakuan yang sama. aku ingin segalanya tulus dan ikhlas tanpa beban, tanpa resah, tanpa gelisah. aku ingin menjadi yang terbaik untuk diriku sendiri dan berbuat banyak hal untuk orang lain, tanpa berfikir lebih. aku harap suatu saat aku mengerti bagaimana cara menghilangkan rasa tersebut yang kerap membuatku benci pada diriku sendiri.

Sabtu, 19 Juli 2014

berhenti bergumam wahai pemuja
biarkan diam membela
biarkan sabar tertawa
biarkan berlalu tanpa cela
tak apa hanya sesaat
kelak yang lalu kasat
biarkan tegang renggang
jangan genggam terlalu erat
mata tertunduk sayu bukan tak malu
lidah berdesis sinis bukan pesimis
apalah engkau bukan mentari yang menerangi
tuhan pun mungkin tak elu melihatmu
cinta soal kata yang buta
biarkan hasrat natural mendekat
jangan kau dengki jangan memaki
biarkan sabar tertawa
hingga kelak yang lalu hilang tak terbawa

Minggu, 29 Juni 2014

DINGIN

mengapit rasa yang kusam
waktunya malam datang menyalam
entah apa yang dia ragukan
senyumnya nampak memendam
laun lambat mengalun
matahari tampak kelam
apa yang salah dengan retorika ?
dia membisu tanpa balas
meretas awan seiring malas nya nafas
cinta yang ada tolong di awas
terlalu besar menyumbat rasional
terlalu kecil serahkan banyak opsional
biarkan bersama hatinya masing masing
seadanya cukup saja
siapa yang bisa ?
nyatanya ini bergulir membesar
menembus rata segala rasa dan mengakar
mengisi penuh rentetan benci yang berjajar
maaf terproduksi banyak menjalar liar
berakhir sedih karena lelah
lelah memberi terlalu banyak
menerima tanpa layak
kemana jiwa yang berdiri tanpa pamrih ?
dimana ketulusan yang berdalil tanpa alih ?
entahlah bulan
entahlah matahari
entahlah awan
hati terlalu lelah memberi dan menawan
karena terlalu berseri memandangnya mengitari
ciptakan hati yang lupa untuk awas
buat rasa menjadi keras
hinakan logika tanpa kelas
serahkan diri untuk diperah tanpa batas
apapun demi hati yang puas
apapun demi cinta yang beralas
apapun demi cerita yang berbekas
walau sesak sedia membalas
tak peduli tetap diatas

Rabu, 09 Oktober 2013

DEWASA

tak perlu ada
jika tak ingin
kadang perlu berlama lama tentukan apa itu keinginan
tak mudahkah untuk berdiam sejenak disamping berteriak
riak kan jiwa yang tengah sendu dalam damai
bangunkan mereka untuk berlarian
berantakan
berhamburan
benamkan kenyataan bahwa tak ada yang salah
semua hanya pandangan sepihak yang siratkan demikian
kenapa harus ada yang menangis
apa harus hidup dengan mengais
mengais perhatian agar selalu bersama
dan kesankan dunia hanya sebuah ruang sempit
yang mengapit
rapat tanpa jeda
tanpa reda
tanpa ingin di cela
tak mudahkah untuk berdiam sejenak disamping berontak
apa yang menyedihkan
apa yang ciptakan berlama lama menutup hari dengan air mata
duka hanya lapisan akhir keinginan tuhan
apa harus menjadikannya yang utama
apa tak ada cara lain untuk sikapkan diri lebih terbuka
apa

tempat yang jauh akan selalu mengisi kedekatan dengan perasaan cemas
cemas akan kehilangan
cemas akan kemungkinan tak bertemu
dan jika nyatanya setiap nyawa akan terikat
apakah menunggu sesakit itu
sepedih itu
ataukah ego yang ciptakan demikian


tak perlu ada
jika tak ingin
selalu ada pilihan untuk memutuskan
disamping terjun tenggelam dalam kesakitan
hanya cukup beri setiap detik akan resah
untuk berhenti tunjukan dirinya sebagai kesah
jangan lelah
jangan mengalah
jangan pernah kalah

BERSENJA

matahari semakin jingga tandakan mata akan sejenak tertunduk
siang riang mungkin cita
namun tak terperi indahnya jika terjadi adanya
luka atas lupa dan mungkin lebih baik terlupa akan luka
tak perlu berserah pada apa yang seharusnya ada
karena pilihan menyertai setiap inci ketidakmungkinan
jika lelah bersusah berhentilah bernafas tinggalkan dunia
jika lelah membenci berhentilah berusaha mencintai
tak ada yang perlu menjadi kesah karena resah mengundang rasa menyerah
menyerah tak ciptakan waktu berlanjut dengan rasa malu
menyerah hentikan keadaan
keadaan akan rasa ingin menikmati hidup dengan keinginginan
keinginan untuk memuja kenyatan bahwa nafas masih selalu berhembus
kenyataan bahwa meski membenci selalu disana hadir rasa mencintai
kenyataan bahwa meski setiap luka tak akan terlupa...
disana selalu ada pilihan untuk melupakan
dan matahari kini kembali hadir gradasikan gelap
menuju siang riang dalam cita yang indahnya terjadi adanya