paruh tumpul meneduh dalam secarik tetes erat mata air hati
jengah muak tak henti letakan awan mendung di hadapan pujangga sepi
terik yang meriak remukan kuasa untuk berhenti memuja perih
namun tak ada opsi saat duka yang mewakili
tak ada opsi saat muara murka terlepas namun tertutupi
lelah terus mengalah...
menadah akan kuasa ratapan jiwa yang memaki harapan
puluhan dunia yang berombak dan bergelombang dalam gelak
kenangkan senyum sejenak pahit yang terlalui debu abad
menyasat mata pualam dengki menepi ujung tanda tanya
mengahadap ke atas menetaskan apa apa apa
mengapa mengapa mengapa
lalu lalu lalu lelah
lelah terus mengalah...
teratai nafas yang mengambang lemah
hingga denyutnya terhenti terkubur tanpa matahari
paruh yang kian rapuh dalam bercak lesu mata air benci
bersenandung sebagai pujangga menanti hara lemahkan anatomi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
jangan sungkan tuk berkicau