tempatnya nyata dalam air yang menggenangi gerak yang tertahan
luas nya perih merambat dalam geramnya benci yang terkunci segan
lubangi kata hati karena hidup sedang tak ada hari ini
nafasku sesak dalam beribu ungkapan serapah yang tak pernah terlepas
ku membenci letak semua berawal dalam putaran siklus pasif
tak mampu bergerak dalam tempatku berpaling aku tak memiliki alas
semuanya kosong tanpa ingin yang menghendaki kata mengundang isi
hati mengeluh dalam ribuan darah kotor yang meracuninya
aku tak pernah sehat dalam setiap deskripsi dalam jejak setiap sisi
mendengki kasih karena tak pernah sudi untuk menelanjangi jiwa
dan kebencian akan semua selalu berkembang dalam kehendak
yang nyatanya semua tak pernah berdasarkan dalam kenyataan berasumsi
yang nyatanya aku takut dalam lututku yang senantiasa erat kupeluk
bergetar dalam raguku untuk menyuplai kebutuhan akan bahagia
karena sedih tak mengijinkan aku untuk membawanya disini bernaung bersama
benciku pada diriku luluhkan kemauanku untuk melepasnya
erat menyekat setiap lubang berontak untuk bernafas lega dalam tawa
karena emosi palsu
berubah ubah dalam situasi yang dibutuhkan dan menjadikannya fungsi sosial
aku hanya kertas rapuh yang senantiasa kau robek dalam perlumu
lemah bagai serat jaring laba laba tak kasat mata yang senantiasa gemulai terhembus angin
aku benci darah yang mengalir dalam diriku membuat jantungku berdetak lama
aku serapah sakit yang selalu datang atas nama konsekuensi kehidupan
aku sekarat dalam kenyataan untuk selalu berusaha meski lelah nyatakan tak usah
dan aku tak bisa menghentikan benci akan diriku yang selalu membuat semuanya semakin buruk
akulah 1 dari berjuta juta sel sperma yang terpilih untuk menggerogoti sel telur
bahkan aku tak berusaha untuk itu
dan sekarang seperti ini menyeka kehidupan dalam hutang yang berjalan terus
hutang akan orang tua
hutang akan guru
hutang akan dunia yang kadang berbaik hati membuatku tersenyum
dan mereka menanti pamrih semua yang telah terjadi dengan tuntutan keringat berbalut darah berimbas perih
belum lagi dosa
kewajiban
norma dan aturan
semuanya hanya berbalut manis oleh hak yang terbatasi
mungkin aku sesat dalam otakku yang menuai persepsi dalam kesedihan yang berantipati
namun tangis ku lekat dalam inginku untuk mengeringkannya dan menafikan diri berperan tegar
memalukan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
jangan sungkan tuk berkicau